Judul | Terapi Rumi |
Dari Era Pengetahuan ke Era Kebijaksanaan | |
Penulis | Prof. Dr. Nevzat Tarhan |
ISBN | 978-623-6219-03-4 |
Dimensi | 13 × 20,5 cm |
Isi | 316 halaman; Bookpaper |
Sampul | SoftCover |
Terbit | Mei 2021 |
Sinopsis
“Dalam diri manusia terdapat tenaga rahasia yang, jika digunakan sungguh-sungguh dan tepat, bisa membawa manusia ke keluasan tak terbatas ….”
—Jalaluddin Rumi
Ajaran Rumi telah mengentak peradaban manusia. Pesan-pesan universalnya sama relevannya dengan ketika ia menulisnya. Kita layak banyak belajar dari penyair dan cendekiawan abad ke-13 ini.
Buku ini mengenalkan Rumi sebagai pemandu saat kita menjalani kehidupan sehari-hari. Kita diajak berkaca pada rampai cerita dan puisinya yang terbukti dapat menyembuhkan rasa sakit emosional-psikologis yang diderita banyak orang, terutama di zaman kita. Rumi bercerita tentang bagaimana terbebas dari ketakutan dan kecemasan, memberi contoh bagaimana meningkatkan kepercayaan diri, menghilangkan prasangka, dan meluruskan ide-ide keliru, serta memberikan ruang untuk berpikir alternatif.
Sebagai seorang dokter, psikiater, dan neuropsikolog, Prof. Tarhan berhasil menggunakan Kitab Matsnawi—himpunan kisah dan syair Rumi—sebagai alat untuk memperbaiki perangkat batin manusia. Metode interpretasinya memungkinkan kita untuk meningkatkan kesadaran dan melihat kebenaran dalam diri kita sendiri. Wajar bila buku dengan perspektif baru ini disambut hangat di Turki dan diterjemahkan ke berbagai bahasa.
“Di tangan Prof. Tarhan, syair dan kisah sang mistikus besar ini menjadi terapi untuk jiwa umat manusia dewasa ini. Dahsyat!”
—Bernando J. Sujibto, penerjemah dan sosiolog UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta
“Abad ke-21 kita sebut Abad Kebijaksanaan. Bila manusia tidak mempunyai kearifan, apa pun yang mereka raih akan sia-sia belaka. Umat manusia memerlukan sistem berpikir dan merasa seperti yang dicontohkan Rumi. Rumi menunjukkan kepada kita jalan ketika kita bertransisi dari zaman informasi ke zaman kebijaksanaan. Ia memengaruhi kode-kode dalam DNA spiritual kita, mengaktifkan kelembutan dalam diri kita.”
—Prof. Dr. Nevzat Tarhan
Isi Buku
Kata Pengantar—7
Bab 1 : Manusia Menemukan Kembali Rumi—19
- Pencarian Kecerdasan Hati di Seluruh Dunia—28
- Rumi dan Kecerdasan Emosional—40
- Menguji Kecerdasan Hati Melalui Pertanyaan Sederhana—52
- Kecerdasan Hati dan Spiritualitas—56
- Rumi dan Terapi Cerita Rakyat—65
- Kontribusi Rumi terhadap “Ilmu Kebahagiaan”—72
Bab 2 : Terapi Matsnawi—77
- Pola Pikir Keliru: Kalau aku bertingkah laku sesuai kehendak orang-orang, aku akan kehilangan kebebasanku—78
- Pola Pikir Keliru: Aku tahu apa yang terbaik buat diriku. tak perlu mereka ikut campur dan sibuk mengomentari apa yang harus aku lakukan—86
- Pola Pikir Keliru: Orang-orang harus mengerjakan sesuatu sesuai dengan caraku. Karena pada umumnya carakulah yang terbaik—95
- Pola Pikir Keliru: Dikenal, dipuji, dan dikagumi orang lain itu penting. Orang-orang harus tahu bahwa aku istimewa—98
- Pola Pikir Keliru: Jangan sampai aku terganggu dengan pikiranku sendiri. Bagaimanapun aku harus bertingkah laku sesuai keinginanku. Jika aku melakukan sesuatu yang membuatku merasa senang, aku harus segera memulainya dan mengerjakannya—108
- Pola Pikir Keliru: Apabila orang-orang yang mendekatiku tahu diriku yang “sebenarnya”, mereka akan menjauh. Aku bukan siapa-siapa kalau sampai gagal membuat mereka terhibur dan gagal membuat mereka menyukaiku—117
- Pola Pikir Keliru: Dikenal, dipuji, dan dikagumi adalah penting—122
- Pola Pikir Keliru: Aku tidak perlu mencemaskan hasil buruk ketika aku yakin bahwa yang kukerjakan akan membawa keuntungan—127
- Pola Pikir Keliru: Rata-rata orang bukan sahabat bagi sesamanya. Ada saja orang yang sengaja merendahkanku. Bisa jadi teman terdekatku sekarang adalah mereka yang tidak setia dan tidak dapat dipercaya—130
- Pola Pikir Keliru: Suatu masalah akan selesai jika aku menghindarinya—136
- Pola Pikir Keliru: Aku seorang pemalu. Aku orang yang jelek—140
- Pola Pikir Keliru: Aku adalah sebuah kekecewaan—145
- Pola Pikir Keliru: Adalah kondisi yang buruk ketika orang-orang mengabaikan keberadaanku—149
- Pola Pikir Keliru: Aku harus menjadi pusat perhatian—153
- Pola Pikir Keliru: Aku tidak peduli atas pikiran atau penilaian mereka terhadapku—158
- Pola Pikir Keliru: Jika aku menginginkan sesuatu aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya—162
- Pola Pikir Keliru: Kesalahan atau kekurangan yang kukerjakan hanya akan mendatangkan bencana. Kekurangan dan kesalahan itu buruk. Hasil kerja harus sempurna—169
- Pola Pikir Keliru: Aku pedagang emas. Dengan sekali pandang aku dapat mengetahui nilainya—176
- Pola Pikir Keliru: Untuk mendapatkan keuntungan aku harus berusaha keras. Aku akan melakukan apa pun untuk hal yang kuinginkan—180
- Pola Pikir Keliru: Aku harus mencapai standar tinggi. Jika tidak, semuanya akan berantakan—188
- Pola Pikir Keliru: Ketika aku merasakan atau memikirkan sesuatu yang mengganggu rasa nyamanku maka aku harus membuangnya jauh-jauh dari pikiranku atau menyibukkan diriku pada hal lain (seperti menonton TV, mabuk-mabukan, dsb). Suatu masalah akan selesai jika aku menghindarinya—193
- Pola Pikir Keliru: Aku tidak bisa merefleksikan apa yang ada di dalam diriku. Aku tidak mau menunjukkan perasaanku karena itu bukan sesuatu yang baik—200
- Pola Pikir Keliru: Aku akan melakukan apa pun untuk mencegah mereka yang membuatku jatuh dalam bahaya—204
- Pola Pikir Keliru: Aku berhak untuk tidak bahagia. Aku tidak mengerti apa yang aku mau—209
- Pola Pikir Keliru: Aku bisa jadi manusia yang bermanfaat jika melupakan kekuranganku, menganggapnya tidak ada—212
- Pola Pikir Keliru: Aku membutuhkan seseorang yang berada di dekatku ketika aku melakukan sebuah pekerjaan atau ketika aku terjebak dalam situasi yang buruk. Aku akan mendengarkan perkataan mereka atau melakukan apa pun yang mereka suruh—217
- Pola Pikir Keliru: Orang-orang memang berhak mengkritikku. Namun sebagian mereka hanya merendahkanku—221
- Pola Pikir Keliru: Tidak melakukan apa pun lebih baik daripada sekadar menyibukkan diri dengan sesuatu yang sudah jelas gagalnya—225
- Pola Pikir Keliru: Bagaimanapun aku akan pegang erat-erat dan melindungi apa yang kumiliki—231
- Pola Pikir Keliru: Orang lain harus menyadari betapa aku seorang istimewa—235
- Pola Pikir Keliru: Aku tidak sanggup menghadapi sesuatu yang mengganggu. Tidak peduli biaya apa yang harus dikeluarkan untuk menghindari situasi tersebut—239
- Pola Pikir Keliru: Aku jelek. Orang yang tahu akan benci pada tubuhku.—245
Bab 3 : Matsnawi dan 10 Langkah Kecerdasan Emosional—253
- Langkah Pertama: Mengenali Diri Sendiri (Kesadaran Diri)—254
- Langkah Kedua: Empati dan Cara Memahami Orang Lain (Kesadaran Sosial)—259
- Langkah Ketiga: Kemampuan Berkomunikasi—267
- Langkah Keempat: Perencanaan Masa Depan dan Motivasi—272
- Langkah Kelima: Kemampuan Memecahkan Masalah—277
- Langkah Keenam: Mengelola Waktu, Stres, dan Amarah—283
- Langkah Ketujuh: Toleransi dan Memaafkan—289
- Langkah Kedelapan: Kegigihan—295
- Langkah Kesembilan: Bekerja Sama dan Kedermawanan—300
- Langkah Kesepuluh: Menjadi Penengah—305
Epilog—309
Daftar Pustaka—311
Mengenal Penulis—313