Judul | Maqâshidur Ra‘âyah |
METODE POKOK MENYUCIKAN HATI | |
Penulis | Syekh Izzuddin bin Abdussalam (w. 660 H) |
ISBN | 978-602-5547-86-7 |
Dimensi | 15 × 23 cm |
Isi | 460 halaman; Bookpaper |
Sampul | HardCover |
Terbit | November 2020 |
Sinopsis
91 Kiat Menemukan Nikmat Taat
Lahir dari kedalaman makrifat seorang psikolog-muslim klasik, buku ini mengingatkan kita bahwa tiap perbuatan—yang sedemikian baik di mata manusia sekalipun—bisa sia-sia tanpa mengajak bicara hati kita: mengapa dan untuk apa kita beramal?
Syekh menuntun kita mengelola hati yang tulus dan perilaku yang lurus. Kepura-puraan yang kerap tak kita sadari dalam beramal dikupas, lapis demi lapis. Tak lagi disodori definisi, kita dilatih mendiagnosis beragam penyakit hati sekaligus cara mengobatinya. Praktis, sistematis, dan detail—menyengat kita betapa bukan penghambaan kepada Allah yang acap kita pertunjukkan saat beramal, melainkan kesombongan, ujub, dan ria.
Inilah saripati dari al-Ri‘âyah li Huqûqillâh mahakarya al-Muhasibi (abad ke-3 H) yang disebut-sebut oleh Imam al-Ghazali, “Penjelasan al-Muhasibi begitu memukau sehingga memang layak disajikan di tengah-tengah masyarakat.” Kitab rujukan yang relatif tebal itu lalu disentuh-ulang oleh Izzudin bin Abdussalam (abad ke-7 H)—sang penulis Syajaratul Ma‘ârif—hingga jadi lebih singkat-padat dan mudah dipahami.
Selamat mereguk kearifan dan keberkahan dari dua ulama-klasik ini dan bersiaplah menjadi pribadi yang lebih baik lahir-batin di hadapan Khalik dan makhluk-Nya.
Isi Buku
- Menyimak dengan Baik Setiap Apa yang Diperintahkan kepada Para Hamba untuk Disimak—15
- Hak-Hak Allah yang Harus Diperhatikan—17
- Cara Mendekati Allah Swt.—19
- Faedah—23
- Definisi Orang Bodoh yang Teperdaya—25
- Permulaan Berjalan Menuju Allah ‘Azza wa Jalla—31
- Introspeksi Diri atas Perbuatan yang Sudah dan Akan Dilakukan—35
- Mengawasi Jiwa Terkait Perbuatan Baik dan Buruk—41
- Tingkat Kesulitan Takwa dan Introspeksi—45
- Mempermudah Ketakwaan yang Sulit dan Menjadikannya Ringan bagi Jiwa—47
- Rasa Takut Berlebihan Akibat Terus-menerus Memikirkan Akhirat—59
- Gangguan Nafsu dan Setan Saat Orang yang Teperdaya Sedang Berupaya Menakuti-nakuti Hati—61
- Cara Menjaga Hak-Hak Allah—69
- Contoh Mendahulukan yang Patut Didahulukan dan Mengakhirkan yang Patut Diakhirkan—75
- Larangan Menjadikan Sesuatu yang Haram dan Syubhat sebagai Perantara untuk Melaksanakan Perintah—79
- Beralih dari Kewajiban ke Kewajiban Lain Sebelum Selesai Kewajiban Pertama—81
- Larangan Menjadikan Sikap Warak sebagai Alasan Melakukan Perbuatan Haram—85
- Larangan Menelantarkan Kewajiban Karena Ingin Menyempurnakan Syarat-Syarat Kewajiban—87
- Kesalahan dalam Mengutamakan Ibadah Sunnah atas Ibadah Sunnah Lain, Sebagaimana Kesalahan dalam Ibadah Wajib—95
- Bentuk-Bentuk Keutamaan;—103
- Fase-Fase dalam Menjaga Takwa—105
- Yang Harus Dilakukan Seorang Hamba Jika Mengetahui Amalan Paling Baik dan Paling Utama—115
- Ikhlas dan Ria—123
- Faktor-Faktor Ria—127
- Contoh Ria Guna Menghindari Kerugian dan Hinaan—131
- Ria Guna Mendapatkan Keuntungan dan Berharap Mendapatkan Apa yang Dimiliki Orang Lain—135
- Dua Hal yang Membangkitkan Sikap Ria Karena Takut Dicela: Suka Pujian dan Suka Mengharapkan Apa yang Dimiliki Manusia —139
- Hal yang Melemahkan Pendorong Ria dan Menghancurkan Penyebab Ria—143
- Ketaatan-Ketataan dan Hal Lain yang Kerap Dipamerkan—149
- Tingkatan Menangkal Bisikan Ria Setan—157
- Kondisi Hamba Jika Dihinggapi Ria dalam Ketaatannya—163
- Ketentuan Menjaga Diri dari Setan dan Mewaspadai Setan—165
- Meninggalkan Amalan Karena Khawatir Ria—171
- Waktu-Waktu Munculnya Bersitan untuk Ria dan Memperdengarkan Amalan Diri kepada Orang lain —175
- Tingkatan Ria dan Tasmi‘—181
- Sifat-Sifat Buruk Akibat Ria—189
- Tanda-Tanda Ria dalam Diri Manusia—197
- Seseorang Ikhlas Beramal Kala Tersembunyi, Lalu Diketahui [Orang Lain] dan Membuatnya Bangga Diri—201
- Tak Diperkenankan Mengerjakan Amalan Kecuali Sudah Yakin Ikhlas—209
- Ikhlas dalam Niat Hakiki dan Niat Hukmi—211
- Menyenangkan Orang Mukmin dengan Mengajarinya Ilmu dan Memberinya Keuntungan—215
- Tentang Orang yang Memulai Ketaatannya kepada Allah dengan Ikhlas, Kemudian Ia Lebih Bersemangat dan Lebih Memperbanyak Ketaatannya di Hadapan Orang-Orang. Lalu, Ibadah yang Lebih Ia Perbanyak Tersebut Membuatnya Muskil: Apakah Ia Ikhlas atau Tidak—217
- Ria dan Ikhlas adalah Dua Kehendak Tambahan dalam Kehendak Ibadah—221
- Hal-Hal yang Tidak Dimasuki Keikhlasan—223
- Tentang Ketentuan Orang yang Diminta Melakukan Suatu Ketaatan atau Ibadah, Kemudian Ia Menjawab, “Aku Tidak Tebersit Niat.”—225
- Tentang Ketentuan Orang yang Memulai Ketaatannya dengan Sikap Ria, Kemudian Ia Bersikap Ikhlas di Tengah Ketaatannya—231
- Tentang Orang yang Dipuji Orang Lain Terkait Ketaatan dan Dirinya Jadi Tidak Tenang terhadap Pujian Tersebut—235
- Tentang Orang yang Meninggalkan Ibadah Sunnah Agar Orang-Orang Tidak Berdosa Karena Menyebut Dirinya Bersikap Ria—237
- Memperlihatkan Amalan Supaya Ditiru—239
- Menceritakan Ketaatan—243
- Keutamaan Amalan yang Tersembunyi atas Amalan yang Terlihat—247
- Meninggalkan Amalan karena Khawatir Ria—253
- Tentang Amalan-Amalan Tulus yang Dianjurkan untuk Ditinggalkan—255
- Berbuat Taat kepada Allah karena Berharap Disukai Manusia adalah Tindakan Ria—259
- Tentang Orang yang Ketahuan Dosanya dan Kesembronoannya Lalu Jadi Tambah Sedih—261
- Saat di Tempat Tertutup, Seseorang Sebaiknya Hanya Melakukan Amalan yang Mudah Dilakukan Sebagaimana di Tempat Terbuka—265
- Tentang Kerancuan Penyebab Ria oleh Rasa Malu—269
- Alasan-Alasan Seorang Hamba Tidak Menyukai Celaan Manusia—275
- Di Mana Orang yang Memuji dan Orang yang Mencela Setara dan di Mana Mereka Berbeda—279
- Menjadikan Ria sebagai Sarana Ketaatan kepada Allah—283
- Tentang Seseorang yang Melihat Orang Lain Melakukan Ketaatan yang Tidak Biasa Seseorang itu Kerjakan, Kemudian Mengikutinya—285
- Pura-Pura Menjerit, Mengeluarkan Napas Panjang dan Dalam (Sebagai Ekspresi Sedih), Mengeluarkan dan Menarik Napas (Merintih), dan Banyak Bersedih—289
- Pura-Pura Jatuh dan Pingsan—295
- Hal yang Menangkal Upaya Pura-Pura Khusyuk dan Tindakan Pura-Pura Terkait dengan Hal yang Telah Disebutkan di Bab Sebelum ini—299
- Bertambah Khusyuknya Hamba Saat Ia Dilihat Manusia—303
- Mendahulukan Orang Kaya daripada Orang Miskin—305
- Hal yang Membantu Meninggalkan Kemaksiatan, Baik dilakukan karena Ria ataupun Lainnya—309
- Duduk-Duduk Bersama—315
- Nafsu adalah Musuh Terburuk Manusia—319
- Mewaspadai Ujub—331
- Ujub Hanya Terjadi pada Kesempurnaan—339
- Yang Dapat Menangkal Sikap Membanggakan Ilmu, Amal, dan Pendapat yang Benar—341
- Yang Dapat Menangkal Sikap Membanggakan Pendapat Salah—343
- Ujub dalam Urusan Dunia dan Urusan Agama—347
- Sombong—359
- Sombong yang Disebabkan oleh Membanggakan Ilmu—363
- Sombong yang Disebabkan oleh Membanggakan Amalan—365
- Sombong yang Disebabkan oleh Ria—369
- Biasanya, Ujub dan Takabur Hanya Terjadi pada Anugerah Agamawi atau Duniawi—371
- Menyombongkan Hal-Hal Duniawi—373
- Yang Dapat Menangkal Sifat Sombong—375
- Tentang Tidak Bersikap Sombong kepada Orang-Orang Fasik dan Tentang Kerancuan antara Sombong dan Marah karena Allah serta Benci karena Allah—383
- Iri dan Berlomba-lomba—389
- Melindungi Diri dari Bersitan Dengki—397
- Dampak Dengki—399
- Dosa Dengki dan Dampaknya—401
- Larangan Teperdaya—403
- Menakut-nakuti Diri dari Bersitan Maksiat—409
- Teperdaya oleh Beragam Keberagamaan—413
- Laku yang Mesti Dijalani Seorang Murid Saat Tidur dan Terjaga—441
- Kedengkian Setan kepada Orang yang Istikamah Menjaga Hak-Hak Allah—451
Daftar Rujukan—454
Tentang Penulis—457